Menanti Di Garis Takdir Alhamdulillah Menjadi PNS

 

SEHELAI HARAPAN DI BALIK PENANTIAN PANJANG

(Menanti di Garis Takdir Alhamdulillah Menjadi PNS)

 

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهم صل عل سيدنا محمد و على اله سيدنا محمد

 

Assalamu’alaikum...

Saya akan menuangkan kisah ini berdasarkan kisah nyata yang saya alami. Saya berharap tulisan saya ini akan menjadi motivasi bagi kamu yang merasa bahwa nasif mu kurang beruntung. Yukk!! simak kisahnya, jika perlu siapkan tisu mulai dari sekarang 😁

 

Aku lulus kuliah pada tahun 2017 tepatnya bulan desember dengan gelar sarjana Pendidikan Agama Islam. Seharusnya menjadi gerbang menuju dunia kerja yang penuh harapan. Namun, apalah daya, kenyataan tak seindah impian. Berkas lamaran kerja yang ku masukkan ditolak berkali-kali, bahkan ada hal yang lebih menyedihkan paginya aku melamar pekerjaan dan ditolak, namun selang beberapa jam tempat yang ku lamar menerima karyawan lain. Hatiku terasa sangat sedih padahal tempat ku melamar pekerjaan bukanlah orang lain, ia masih ada hubungan kekerabatan pada orang tuaku. Pintu-pintu perusahaan dan sekolah, seolah tertutup rapat untuk ku. Kesedihan tak dapat dipungkiri, menghantam hatiku yang baru saja merayakan kelulusan.

 

Aku bergumam: “Ya Allah kenapa seperti ini, ya Allah tidak ada yang percaya pada ku.

Apa mungkin karena keadaanku?, tapi ya Allah aku adalah ciptaan mu dan mustahil engkau menciptakan aku seperti ini untuk menyusahkan diriku, aku percaya padamu ya Allah”

Di tengah gundah gulana, aku teringat akan firman Allah dalam Al-Qur’an, surat At-Thalaq ayat 2-3: {...\ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ...} yang artinya, “...Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya...” Ayat ini bagai air di tengah gurun keputusasaanku. Hatiku kembali tenang, keyakinanku pada janji Allah kembali menguat.

 

Dengan mantap, aku mengambil inisiatif. aku menawarkan jasa mengajar anak-anak di sekitar rumah. Bayarannya? Seikhlasnya saja. Bahkan tak jarang aku mengajar tanpa upah sepeser pun. Bagiku, berbagi ilmu adalah ibadah, dan rezeki pasti akan datang dari arah yang tak terduga. Niatku adalah “berkerja untuk Allah maka bayarannya juga dari Allah”. Hari-hari ku diisi dengan tawa riang anak-anak, mengajari mereka membaca, menulis dan berhitung, membaca  Al-Qur’an dan ilmu agama. Sebuah kegiatan yang sederhana namun memberikan kehangatan di hatiku.

 

Sekitar bulan Oktober 2018, angin segar berhembus. Pemerintah membuka pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Berbekal dari kata-kata seorang dosen “mita jika kau ingin menjadi PNS, itu sangat gampang tinggal jawab saja soalnya benar semua, kau pasti lulus. Meski tidak percaya, menganggap hal itu mustahil karena hasil pengamatan yang ada, orang yang jadi PNS itu butuh uang banyak, laa aku jangankan banyak, sedikit saja terkadang tidak memegang. Dengan dorongan hati, akupun mencoba denan dibantu seorang teman yang berpengalaman ikut tes CPNS, aku memantapkan diri mendaftar. Keterbatasan fasilitas tak menyurutkan semangatku. Aku belajar dengan tekun, memanfaatkan satu-satunya modal yang aku punya: sebuah ponsel butut yang aku beli dari hasil menjaga keponakan guru SMA ku, saat emaknya bekerja di luar kota. Tak ada buku-buku persiapan CPNS mahal, hanya layar kecil ponsel sederhana dan buku yang mulai usang itupun buku bekas om yang ku ambil di rumah nenek, kedua benda tersebut sangat berharga bagiku ia menjadi jendela ilmuku.

Sebagai peserta baru, aku sangat minim informasi. Saat pilih formasi pun aku hanya lihat sekilas, tidak benar-benar mencari di mana tempat tugas jika seandainya aku lulus nanti. Namun, doa tak pernah putus dari bibir, dan semangat belajar tak pernah padam. Siang, malam, pagi, ku curahkan untuk memahami materi-materi ujian. Saat itu tes terdiri dari 3 jenis yaitu Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Tes Intelegensi Umum (TIU) dan Tes Kemampuan Pribadi (TKP). Namun, ada satu bidang yang aku anggap remeh: Tes Kemampuan Pribadi (TKP).

“Ah, semua jawaban ada nilainya, pasti gampang,” gumamku kala itu, meremehkan pentingnya persiapan matang.

Hari ujian tiba. Sebelum berangkat ku minta do’a kepada emak dan abah. Saat tes berlangsung, ku mengerjakan setiap soal dengan keyakinan. Namun, saat melihat hasilnya, kenyataan pahit menghantamku, aku tidak memenuhi Passing Grade. Kekurangan 5 poin pada TKP, apa yang aku remeh kan menjadi batu sandungan yang tidak pernah ku duga sama sekali. Air mata tak tertahankan, membasahi wajah ku yang lusuh. Penyesalan mendalam mencengkeram hati. Abah tercinta yang menjemputku mencoba menguatkan. Dengan lirih Abah berkata “Tidak apa-apa, Nak. Jika rezeki, Allah pasti akan mengaturnya dengan cara-Nya sendiri.”

 

Sesampai di rumah, saat menghadap emak tangis ku kembali pecah. Penyesalan begitu menyesakkan dada. Perlahan, aku mencoba melupakan kegagalan itu, meskipun ada secercah harapan yang samar di hatiku. Beberapa waktu kemudian, rasa penasaran membawa ku kembali melihat berita mengenai hasil tes secara daring. Dari 210 formasi yang dibutuhkan, ternyata hanya 13 orang yang lolos passing grade. Ternyata sebuah skema baru diterapkan: perengkingan akan dilakukan untuk memenuhi kuota formasi.

Secercah harapan kembali menyala di hati ku. Namun, kecemasan juga ikut menyelimuti. Bagaimana jika salah satu sainganku memiliki sertifikat pendidik? Itu artinya peluang ku akan semakin tipis bahkan bisa dikatakan mustahil. Aku hanya takut pada satu orang saingan yang ku khawatirkan memiliki sertifikat pendidik karena aku benar-benar tidak mengenalnya, sementara yang lainnya ku kenal dan sedikit banyak mengetahui kemampuan mereka, karena berasal dari perguruan tinggi yang sama denganku.

 

Tibalah hari pengumuman tahap selanjutnya. Dari tujuh orang sainganku, tiga orang dinyatakan lolos, dan Alhamdulillahnya aku berada di peringkat pertama! Semangatku kembali membara. Aku semakin giat berdoa, memperbanyak sedekah, dan belajar dengan sungguh-sungguh untuk menghadapi Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Kali ini tidak ada lagi bagian yang ku remehkan.

 

Hari tes SKB tiba. Ku minta lagi do’a dari mak dan abah agar semuanya dilancarkan dan dimudahkan. Dengan hati berdebar, Aku tak henti-hentinya berdoa, bersholawat, dan berzikir. Saat memasuki ruangan tes, rasa gugup menyerang begitu hebat hingga akun tes ku tak kunjung terbuka, padahal aku merasa sudah memasukkan token dengan benar. Akhirnya, dengan memberanikan diri, aku meminta bantuan panitia. Ternyata, memang ada kesalahan pada token yang aku masukkan.

 

Dengan lembut berkata: “rileks, santai saja jangan terlalu tegang”

Setelah masalah teknis teratasi, tes berjalan dengan lancar. Aku menjawab setiap soal dengan tenang dan fokus. Saat keluar dari ruangan tes, Abah sudah menanti di luar. Beberapa teman sesama peserta tes yang juga melihat hasil tes dari sebuah layar tampak menghampiri Abah dan mengucapkan selamat. Aku dan Abah saling bertukar pandang, dahi kami berkerut dalam kebingungan. Bagaimana mungkin teman-teman ini sudah tahu hasilnya padahal pengumuman resmi belum keluar? Aku dan abah hanya tersenyum tipis sambil mengucapkan terimakasih.

 

Hari-hari setelah tes SKB terasa begitu lambat bagi ku, aku takut jika gagal karena keadaanku. Setiap detik bagaikan menit, setiap menit bagaikan jam. Kecemasan dan harapan bercampur aduk dalam hati. Aku terus berdoa dan berserah diri kepada Allah, berusaha menerima segala kemungkinan yang akan terjadi. Sementara itu, Emak dan Abah dengan senyumannya, sesekali menenangkan ku dengan kata-kata bijak.

Tepat pada anggal 31 Desember 2018 pukul 3 dini hari pengumuman yang ditunggu-tunggu keluar. Dengan jantung berdebar kencang, ku buka situs resmi pengumuman CPNS kota Lubuk linggau. Mata ku menyusuri daftar nama dengan teliti. Awalnya, aku merasa ragu dan takut untuk melihat hasilnya. Namun, dorongan dari rasa penasaran membuatku memberanikan diri.

 

Dan benar saja! Mata ku terhenti pada sebuah nama yang sangat familiar: Mita Purnamasari. Di samping nama itu tertera keterangan “LULUS”. Air mata kebahagiaan tak tertahankan, membasahi pipi. Ku tak percaya, mimpiku akhirnya menjadi kenyataan. Kata-kata selamat, dari teman-teman sesama tes yang mengucapkan selamat kepada Abah setelah tes SKB terngiang kembali di benak. Ternyata, firasat mereka benar.

Karena begitu bahagia ku bangunkan Abah dan Emak, ku sampaikan kabar aku lulus. Dengan syukur dan haru Mereka berkata: “Alhamdulillah, Nak. Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang berusaha dan berdoa.”

 

Aku tersenyum haru. ku teringat akan semua remehan, perjuangan, penantian, bahkan kegagalan yang sempat membuatku hampir putus asa. Semua itu kini terbayar lunas. Ponsel butut yang setia menemaniku belajar, anak-anak didik yang tanpa sadar telah memberinya semangat, dan keyakinan yang tak pernah pudar pada janji Allah.

Pengumuman itu bukan hanya sekadar lembaran kertas, melainkan sebuah bukti nyata bahwa Allah SWT selalu punya rencana yang indah di balik setiap ujian, air mata dan sakit. Rezeki memang tak selalu datang dari arah yang kita sangka, namun selalu datang pada waktu yang tepat bagi mereka yang tak pernah lelah berusaha dan percaya.

Kisah perjuangan ku adalah cerminan bahwa di balik setiap kesedihan dan penantian, selalu ada harapan yang mungkin tersembunyi. Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah ujian yang menguatkan. Keyakinan pada janji Allah, kerja keras, dan doa yang tak pernah putus menjadi kunci bagi kita untuk menggapai impian. Sebuah kisah nyata tentang keteguhan hati dan campur tangan Ilahi yang tak terduga.

Aku yang sering diremehkan dan dihina, akhirnya menorehkan kisah ku sendiri, sebuah kisah tentang harapan yang bersemi di tengah penantian panjang.

 

 

Semoga blog ini bermanfaat! Semoga Allah memudahkan segala urusan dan memberikan balasan terbaik bagi kami, penyebar, pembaca dan semua yang terlibat. 
Dukung blog kami klik 👉
Lebih baru Lebih lama

Popular Items